Semacam Review Film : MADAME BOVARY (2014)

Kadang aku merasa kayak abege rempong. Niatnya mau ngomongin sesuatu tapi berasa kurang lengkap kalau gak cerita dulu, padahal gak penting juga. Tapi yaudalah, selama kamu memutuskan buat nerusin baca ini berarti kamu penasaran. Akakakakak…

 

Asal-usul Ngebet Nonton Film-nya

Akhir-akhir ini aku lagi mabok Ezra Miller. Gara-gara beberapa bulan lalu nemu foto dia di Pinterest, padahal aselinya lagi mau nge-save ulang foto-fotonya Matthew Clavane *jangan di-search nanti kamu mabok Metyuw, berat!* gara-gara SD card rusak.

Berhubung aku bukan penikmat film, jadi waktu itu aku emang belum tau Ezra Miller itu makhluk apa, asalnya dari planet mana. Setelah nemu foto Ezra yang main di salah satu film klasik (keliatan dari bentukannya) aku langsung tertombak(?) oleh pesonanya dan mulai mencari judul film yang mampang di caption foto. “Madame Bovary”.

Anyway, si Ezra ini kayaknya lebih populer pas main jadi The Flash sama main di film Fantastic Beasts. Waktu itu temenku pernah ngajakkin nonton Fantastic Beast cuman sampe sekarang akunya belum tertarik buat nonton. Kalau tau dia Ezra, pasti udah aku iya-in ajakan temenku waktu itu. Yaudalah.

Jadi, alasan pertama kenapa aku ngebet pingin nonton film Madame Bovary ya karena ada Ezra Miller-nya. Alasan ke dua, aku jadi makin ngebet karena ternyata film ini berbau feminisme dan kental dengan nilai-nilai patriarki.

madam-bovary

Sekarang Ngomongin Film-nya ( Madame Bovary -2014- )

“Madame Bovary” adalah film yang diadaptasi dari novel klasik karya Gustave Flaubert yang dirilis tahun 1856. Sebelumnya, Madame Bovary juga udah pernah difilmin tahun 1949, tapi di tahun segitu si Ezra belum lahir, jadi aku gak tertarik buat nonton film Madame Bovary yang lama.

 

Film Madame Bovary (2014) dibintangi oleh Mia Wasikowska (Emma / Madame Bovary), Henry Lloyd-Hughes (Charles Bovary), Ezra Miller (Leon Dupuis), Rhys Ifans (Monsieur Lheureux), Logan Marshall Green (Marquis d’Andervilliers).

 

Berlatar di Perancis, sekitar pertengahan tahun 1800-an. Film yang disutradarai oleh Sophie Barthes ini mampu membawa kita kembali ke masa lampau dengan suguhan ke-klasik-annya yang cukup sempurna. Mulai dari tempat di pedesaan, busana, adat, bangunan, pokoknya semuanya deh.

 

“Madame Bovary” bercerita tentang kehidupan seorang wanita dari kalangan biasa bernama Emma yang menikah dengan seorang dokter bernama Charles Bovary.

Sebelum menikah, hari-hari Emma selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan di biara, kegiatan-kegiatan yang dianggap ‘feminin’ tentunya. Emma suka main musik, hobi membaca, dan selalu memimpikan kisah romansa indah seperti yang ada di novel-novel bacaannya. Emma suka yang glamor-glamor, punya keinginan buat nikah sama orang kaya terus tinggal di Paris.

charles-emma
aku ingin menulis “welcome” di kumis itu

Sebelum meninggalkan kampung halamannya setelah pernikahannya dengan Charles, Emma udah ngarep banget bakalan bahagia setelah nikah sama Charles.

Ternyata eh ternyata, setelah Emma dan Charles pindah rumah ke desa Yonville, Emma merasa kecewa. Kehidupannya gak sesuai ekspektasi.

Hari-harinya jauh dari kata ‘romantis’ seperti yang Emma bayangkan. Suaminya adalah sosok yang datar dan kurang peka, yang dipentingin cuma kerja dan kerja. Karakter suaminya bertolak belakang dengan karakter Emma yang penuh semangat dan menyukai keindahan.

Di rumah, Emma menghabiskan waktu sebagai ibu rumah tangga, melakukan rutinitas pekerjaan rumah bersama pelayannya, Henriette. Setiap hari menjalankan hobinya bermain piano dan tentu saja, membaca.

 

Suatu ketika, datanglah seorang pemilik butik, Lheureux, menawarkan berbagai barang dagangannya ke Emma. Mulai dari pakaian, dekorasi rumah, perhiasan, dlsb. Sebagai wanita yang menyukai keindahan dan keglamoran Emma pun terbujuk. Padahal uang yang dimiliki suaminya itu gak banyak, gak sampe bertumpuk-tumpuk kayak di Bantar Gebang, tapi si pemilik butik bilang “bayarnya belakangan”.

 

Di tengah kehidupan pernikahannya yang membosankan, Emma terbujuk oleh rayuan salah satu teman Charlie yang bekerja di bidang hukum, bernama Leon Dupuis (yang diperankan oleh The Flash, eh, Ezra Miller maksudnya). Berawal dari obrolan ringan, Leon dan Emma lalu membangun(?) hubungan perselingkuhan. Awal yang sederhana kan?

ezramiller
mas brondong
Leon-Emma
Leon ngasih peta kota Paris. Liat petanya aja Emma udah girang.

Tapi gak akan ada asap kalau gak ada pabrik, gitu istilahnya. Leon, semakin gencar mendekati Emma. Cuman, gak lama kemudian Leon pindah kerja ke Rouen. Jadi hubungan asmara Leon dan Emma sempat break. Tapi tenang aja, ada break, ada Kit Kat. *apasih*

Anyway, tokoh Leon di sini keliatan lebih muda. Gak tau juga sih kalau di novelnya itu kayak gimana. Cuman di film ini kesannya si madam jadi kayak selingkuh sama brondong. Muda banget anjir. Tapi yaudalah, mungkin si Leon ini tipe-tipe cowo milf. *eh?*  XD

Atau mungkin si Madame-nya cuma kebawa dandanan aja kali ya jadi kesannya udah ibuk-ibuk gitu. Udalah lupain.

 

Di suatu hari, Emma sedang asik main piano, terus tau-tau kedatangan tamu, temannya Charles.

Namanya Marquis. Si om Marquis ini ngajak Charles ke acara perburuan. Dia minta Charles buat ngajak Emma juga. Tadinya Charles gak mau, tau sendiri kan dia emang tipe orang yang gak terlalu suka main ke acara-acara gak penting. Tapi dengan sedikit bujukan dan tatapan meminta dari Emma, akhirnya Charles mau juga, walaupun di acara itu Charles cuma menikmati hidangan dan membiarkan Emma berburu sama rombongannya Marquis.

Oh iya, buat menghadiri acara perburuan itu Emma dibela-belain sampe ngutang ke butik buat bikin kostum yang bagus.

 

Singkat cerita, Emma terlibat hubungan gelap-gelapan sama Marquis. Ujung-ujungnya, si madam minta dinikahin sama Marquis terus pindah ke Paris. Di saat Emma udah ngarep banget, udah bersiap-siap buat pergi dari rumah dan menjalani kehidupan baru bersama Marquis, tiba-tiba Emma dapet surat dari Marquis yang intinya Marquis gak bisa menikahi Emma, dan dia pergi untuk beberapa waktu, entah berapa lama.

Emma pun kecewa ditinggal Marquis, sampe-sampe penyakitnya kambuh. Aku sendiri gak tau sebenernya Emma sakit apa, pokoknya tiap mikirin sesuatu yang berat sakitnya langsung kumat.

marquis
bang Marki

 

Suatu ketika, sang pemilik butik, Lheureux, datang ke rumah Emma. Waktu itu kebetulan ada Charles di rumah. Lheureux bertujuan menyampaikan amanat dari mas brondong Leon yang meminta Emma buat mengunjungi pertunjukan opera di Rouen. Charles gak mencurigai apapun, sampai dia sendiri gak nyangka ketemu Leon di pertunjukan itu. Padahal pertemuan itu emang udah di-setting sama si Leon.

 

Sejak pertemuan di Rouen itu, hubungan asmara antara Emma dan Leon kembali membara. Emma jadi rutin mengunjungi Leon (dia beralasan ke Charles kalau pengajar pianonya tinggal di Rouen), bahkan dia gak malu nyamperin Leon pas Leon lagi kerja.

Iya Emma nya gak malu, Leon nya yang gak tahan nanggung malu XD

Dicengin sama temen-temen di tempat kerjanya, diomelin boss pula.

Ceritanya waktu itu si Emma dijanjiin mau ketemuan sama Leon di hotel malem-malem. Emma nya nungguin, ternyata zonk. Paginya Emma nyamperin Leon lagi di tempat kerja, tapi Leon jelas lebih mementingkan karirnya, dan akhirnya Leon ngusir Emma. Emma pun kecewa, lagi dan again.

disamperin pas lagi kerja
disamperin pas lagi kerja

Udah dibikin kecewa soal cinta, hidupnya semakin menderita dengan datangnya si pemilik butik buat nagih utangnya Emma. Charles kaget setengah mati pas tau ternyata utangnya Emma seabrek, sampai-sampai Charles memutuskan buat menggadaikan rumahnya.

Ternyata itu pun gak cukup buat melunasi hutang-hutang Emma.

Emma lalu mengunjungi Marquis, nyoba minta bantuan ke Marquis.Tapi ternyata harapannya cuma berbuah kekecewaan. Marquis gak mau ngasih uang ke Emma. Emma pulang dengan tangan kosong.

Emma bingung dan putus asa, lalu dia mencoba menggoda Lheureux, siapa tau dengan memberi kepuasan batin, sang pemilik butik bisa luluh dan ngasih keringanan buat Emma. Sayangnya Lheureux gak tergoda. Semisal dia dapet kepuasan batin pun gak akan berdampak buat kemajuan bisnisnya, ya kan?

Emma benar-benar putus asa. Dia pun berlari melewati hutan, tanpa arah dan tujuan. Eh gak tau juga deng. Mungkin dia niatnya pingin balik ke Charles apa gimana ya aku kurang tau, yang jelas, Emma berhenti di tengah hutan dengan pikiran semrawut dan air mata bercucuran. Emma merasakan sakit. Penyakitnya kumat yes. Dan akhirnya Emma… die!! Wassalam.

 

Udah gitu doang. Film yang cukup flat. Untung settingan Prancis kunonya boleh juga, jadi ya lumayan lah, ada sedikit nilai plusnya. Tapi bagi aku pribadi, hehehe… nilai plusnya banyak, soalnya… ada Ezra Miller nya!! XD

Ahahaha… *fangirl gak penting*

 

Lewat  karya klasik Madame Bovary ini, Gustave sang penulis ingin memberi tau ke kita tentang kehidupan para wanita Perancis di jaman dulu. Kehidupan wanita yang kaku. Tapi, ada sisi mengagumkan dalam diri Emma yang mungkin jarang dimiliki oleh para wanita pada jaman itu.  Sebagai wanita yang hidup di pedesaan dan mengikuti segala tradisi yang ada, Emma berani bermimpi tentang kehidupan bahagia dengan segala ketertarikan dan tujuan yang dia punya.

 

Nilai-nilai patriarki cukup kental dalam cerita ini. Charles Bovary, walaupun dia pria yang baik, tapi dia kayak kurang bisa menghargai pasangannya. Waktu Emma berusaha menyenangkan suami dengan menyuguhkan hidangan buatannya sendiri, sang suami malah minta pelayannya buat menghidangkan buah seperti biasa. Charles juga pernah bilang “tidak ada kegiatan membaca buku di Yonville” waktu dia liat Emma lagi asik baca buku, padahal membaca adalah hobinya Emma. Terus lagi, waktu Emma sama Leon bahas tentang opera, Charles malah mencelanya.

Emma, seorang wanita dengan tujuan dan segala impiannya, dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya, masih rela menggantungkan nasibnya pada kaum pria. Hanya menaruh harapan pada mereka, dan lagi-lagi selalu berujung dengan kekecewaan.

Emma melakukan pencarian atas kebebasannya lewat pria-pria lain.

Walaupun tujuannya buat mencari kebebasan, tapi bagaimanapun perselingkuhan itu gak baik kan?

 

Sayangnya film ini ratingnya memang cukup rendah dan bagi orang-orang yang udah pernah baca novelnya pasti ngerasa kecewa, karena film ini cukup berbeda dari novelnya. Kalau di novel, Emma dan Charles punya anak, tapi anaknya meninggal di umur berapa gitu ya lupa, pokoknya kematian anaknya itu membawa dampak yang cukup besar buat kehidupan Emma dan Charles. Sayangnya di film ini gak ada cerita mereka punya anak.

 

Ya begitulah. Mau gimana pun rating atau kritiknya, aku tetep suka karena film ini ada Ezra Miller nya. Hahahag…

 

Ada beberapa film yang dibintangi Ezra Miller (waktu masih umur kinyis-kinyis) yang boleh juga kamu tonton. Perks of being a Wallflower, sama We Need to Talk About Kevin. 2 film itu aku suka banget. Kapan-kapan aku tulis di sini ya. Next, kayaknya mau nulis tentang film rekomen dari kak David.

 

Yaudah deh gitu aja. Makasih yang udah mampir~

rouen.png
ini ceritanya lagi di Rouen. indah ya!
Normandy-tempat syuting film madame bovary 2014
Wow, indah! Normandy, tempat syuting film Madame Bovary.
ezramillerindahbangetyagaksih
INI INDAH BANGET YA GAK SIH??

Cinta dan Kebebasan *ciiee~*

Sebagai tuna asmara, rasanya aku gak ada pantas-pantasnya ngomongin soal tjintah. Haha… tapi sebagai manusia yang sedang belajar mengamati kehidupan, tolong ijinkan aku buat membahasnya sedikit, karena mungkin pemikiranku ini salah besar dan kamu bisa mengoreksiku biar aku mendapatkan pelajaran yang berharga. Terima kasih sebelumnya.

Ohiya, efek “ciye-ciye” mungkin berasa di postingan ini. Aku sendiri cengar-cengir mengetiknya, tapi gak ada salahnya juga menunjukkan sisi romantisku. *uhuk!*

 

Ceritanya, aku termasuk manusia yang menyukai kebebasan (dan menginginkannya). Kebebasan yang aku maksud bukan bebas lepas tanpa kendali, tapi bebas dalam menentukan pilihan dengan mengetahui segala konsekuensinya. Sayangnya aku sangat sulit menemukan kebebasan dalam hidup, termasuk dalam hal percintaan. *ciye-ciye*

 

Kita bisa bebas mencintai, tapi hampir tidak ada kebebasan dalam cinta. Ketika cinta sudah dibalut dalam sebuah ikatan, seorang individu menjadi egois.

Mengikat dan terikat.

Memiliki dan dimiliki.

Mengatur dan diatur.

 

Aku hampir gak pernah melihat sepasang manusia sebagai individu yang bebas, memutuskan untuk membangun sebuah komitmen dengan tujuan yang sama.

“Individu bebas”.

Gak semua orang yang lagi dilanda cinta berpikir serius tentang hal itu.

Ketika kamu berstatus sebagai “sesuatu yang dimiliki oleh orang lain”, orang itu bisa membuatmu menjadi apapun yang dia mau. Mengaturmu, bahkan seperti memenjarakanmu.

Karena merasa memiliki, dia bisa melarangmu melakukan apapun yang ingin kamu lakukan. Karena merasa dimiliki, kamu pun menuruti semua keinginannya. Kebebasanmu sebagai manusia, terabaikan.

Kebebasanmu tergantikan oleh ilusi cinta. *paan tuh ilusi cinta? authornya doyan ngarang* XD

 

Orang-orang sering kurang menyadari bahwa sesuatu yang bukan merupakan bagian dari dirinya, sebenarnya bukanlah miliknya.

Pasanganmu mempunyai sepasang kaki sendiri, begitu juga kamu. Gak baik kalau dia menyeret langkahmu mengikutinya kemanapun dia pergi. Berjalanlah dengan kaki kalian masing-masing. Asalkan tujuannya sama, pasti akan sampai.

 

Seperti sepasang burung Albatross, mereka tidak akan memotong sayap pasangannya atau mengikat ekor pasangannya demi untuk selalu bersama. Mereka tetap terbang bebas kemanapun, lalu kembali bertemu di sarang mereka.

 

Ya… gitu. individu yang bebas dengan tujuan dan visi misi yang sama. Sejauh ini aku hampir tidak menemukannya.

 

Ya udah gitu aja.

 

BTW, ini note udah seminggu yang lalu, bikinnya pas lagi baper, terus baru niat ngeposting sekarang. Aselinya mau dilanjutin lebih jauh, tapi malam ini aku udah gak baper sih, jadi bingung mau nambahin apa lagi. Makanya, ya udah gitu aja.

Pair of Black-browed Albatrosses (Diomedia melanophris) in fligh
Sepasang Albatross. (foto : rspbgravesend.co.org)